Beda Muslim dan Kafir Dalam Berusaha


usaha muslim

Dalam menjalankan suatu usaha, seorang muslim tentu akan berbeda dengan orang selain muslim. Karena seorang muslim mengetahui bahwasannya agamanya adalah agama yang sudah disempurnakan Allah subhanahu wa ta’ala yang telah mengatur segala sisi aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya yaitu syariat dalam menjemput rizki. Ini tentu berbeda dengan orang non muslim yang mereka dalam berusaha tujuannya bukan mencari rizki, namun semata-mata hanyalah ingin meraup keutungan yang banyak, ingin mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan aturan-aturan yang ada.

Maka dari sini perlu kita mengetahui beda dari seorang muslim dalam berusaha mencari rizki yang halal dan seorang non muslim dalam mencari harta kekayaan. Oleh karena itu, mari kita lihat beberapa point perbedaan seorang muslim dan non muslim dalam menjalankan muamalahnya usahanya di bawah ini.

1.    Fokus Usaha

Dikarenakan seorang muslim mengetahui akan syariat Allah yang telah mengatur segala macam aspek kehidupan termasuk usaha, maka tentu fokus dalam usaha akan berbeda dengan orang non muslim. Jika seorang muslim dalam usaha, dalam mengembangkan usahanya itu di dasarkan pada prinsip halal dan haram, maka tentunya non muslim tidaklah memiliki patokan ini.

Mengapa seorang muslim memiliki prinsip halal dan haram di dalam menjalankan muamalahnya? Tentu ini dikarenakan tauhid yang ada di dalam keyakinannya. Ketika seorang muslim itu memiliki tauhid yang kuat, memiliki akidah yang lurus, pemahaman yang benar dalam agamanya, maka tentu ia akan takut ketika ia beramal ternyata amalnya mengundang muraka Allah. Seorang muslim tahu, ketika ia menjalankan usaha ada batasan-batasan syar’i yang harus ia jalankan. Dan karena takutnya ia terhadap siksa Allah kelak bagi orang-orang yang melanggar syariat Allah dan ia hanya berharap surga Allah maka tentu ia akan selalu berlaku jujur, dan mengambil hal-hal yang halal saja dalam urusan dunianya.

Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim mengetahui aturan-aturan syariat Islam dalam bermuamalah. Karena fokus utama dalam kehidupannya di dunia adalah beramal sholih dan mengharap hanya berkah dan keridhoan Allah, dan bukan hanya sekedar kekayaan, harta atau materi belaka sebagaimana orang-orang non muslim.

2.    Tujuan Usaha

Dalam menentukan tujuan usaha tentu akan berbeda seorang muslim dan non muslim. Jika seorang muslim tujuannya adalah keberkahan muamalah yang ia jalani sehingga hal tersebut dapat menjadi amal sholih dan bekal baginya di akhirat, sedangkan non muslim mereka tujuannya hanyalah dunia saja dan tidak perhatian terhadap akhiratnya.

Maka hendaknya sebagai seorang muslim kita harus memiliki tujuan akhirat dalam meraih dunia kita. Jangan sampai ada seorang muslim yang memuliki tujuan sama seperti orang-orang kafir yang di dunia ini mereka hidup hanya bertujuan mencari dunia dan segala perhiasannya hingga ia lali terhadap akhiratnya. Ia terjang apa yang diharamkan Allah, ia terjang aturan-aturan dan batasan-batasan syariat dalam bermuamalah, ia lalaikan ibadah kepada Allah, ia lupa menuntut Ilmu syar’i. Maka mari mulai dari saat ini kita perbaiki tujuan usaha kita dengan hanya mengharap padahala yang banyak dari Allah.

3.    Aturan Usaha

Jika seorang muslim dalam menjalankan usahanya ia memiliki aturan – aturan nya tersendiri yang landasannya adalah syariat Islam, namun orang-orang kafir dalam membuat aturan usahanya hanyalah berlandaskan pada aturan untung rugi saja.

Misalnya, dalam Islam berbuat riba, mengambil riba dalam segala hal termasuk modal usaha adalah haram. Maka seorang muslim dalam menjalankan usaha dilarang menggunakan dana ribua, bantuan riba karena ini adalah haram yang larangannya langsung dari Allah yang disebutkan di dalam al-Qur’an. Atau missal di dalam aturan perusahaan untuk karyawan, di dalam Islam dilarang untuk ikhtilat atau campur baur antar lawan lenis, maka seorang pengusaha muslim yang sejati ia akan memisahkan karyawan laki-lakinya dengan karyawan wanita untuk menghindari ikhtilat dan kerusakan yang lebih besar.

Namun yang disayangkan saat ini, ternyata banyak dari kaum muslim yang memiliki usaha namun mereka kurang perhatian dengan aturan usahanya. Mereka mengambil uang riba untuk memajukan usahanya, mereka membiarkan karyawannya campur baur antara laki-laki dan perempuan, mereka membatasi karyawannya melaksanakan ibadah, melaksanakan sunnah seperti membatasi waktu sholat, melarang memanjangkan jenggot, melarang celana diatas mata kaki dan lain sebagainya.

Maka ketika kita mengatahui bahwasannya kita muslim itu berbeda dengan orang kafir, hendaknya kita memperhatikan hal ini. Jangan sampai karena hanya mengetahui bahwasannya urusan dunianya hanyalah untuk mencari dunia saja, hingga mereka berlaku sama seperti orang kafir.

4.    Batasan Muamalah

Dalam hal batasan muamalahnya, tentu seorang muslim akan lebih berhati-hati. Mereka tidak akan bermuamalah, berjual beli dengan barang-barang yang haram. Mereka (muslim) tidak akan tolong menolong dalam keburukan, apalagi tolong menolong dengan orang kafir untuk menjatuhkan saudaranya sesama muslim karena persaingan bisnis. Bukankah loyal kita harus ditempatkan hanya kepada sesama muslim saja, dan kita wajib berlepas diri dari orang-orang kafir?

Walaupun dalan hal ini, seorang muslim dibolehkan bekerja sama dengan orang kafir. Yaitu bekerja sama dalam hal-hal yang baik yang tidak mengandung penentangan terhadap syariat Islam. Misalnya kerja sama investasi, namun dalam investasi ini juga haru dilihat, apakah orang kafir yang bekerja sama dengan kita ini akan memanfaatkan dana yang ada ini untuk digunakan melalui jalan-jalan yang haram tidak, seperti riba, judi dan sejenisnya. Jika tidak digunakan untuk perniagaan yang haram maka dibolehkan, namun bekerja dengan sesame muslim itu tentu akan leluasa dan lebih baik.

5.    Ukuran Sukses  

Ukuran sukses seorang muslim tentu berbeda dengan ukuran sukses orang kafir. Jika kebanyakan orang non muslim ini menganggap kesuksesan itu diukur dari berapa banyak harga yang bisa ia dapatkan, setinggi apa tahta yang ia duduki, dan berapa banyak wanita yang dapat mereka kumpulkan, maka seorang muslim ukuran suksesnya hanya satu yaitu ketika ia dimasukkan ke dalam Surga dan di jauhkan dari Neraka, dan inilah sukses yang abadi. Dan ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an.

Maka jika anda saat ini masih memiliki pemahaman sebagaimna orang – orang non muslim dalam mengukur kesuksesan, rubahlah saat ini juga. Jangan sampai kita sama seperti orang kafir yang menjadikan dunia di dadanya dan tidak mengharap akhirat. Karena seorang muslim itu hendaknya meletakkan dunia ditangannya dan akhirat di dadanya. Yaitu tidak meninggalkan dunia sama sekali, namun dunia ini untuk menyokong kahiratnya, tetap saja tujaun akhir seorang muslim adalah akhirat. Wallahu a’alam.

Mari like Fanspage kami di STRATEGI BISNIS MUSLIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar